1. Sejarah kerajaan Awal
Sistem pendidikan
di era peradaban Hindu-Buddha disebut karsyan Karsyan adalah tempat
pertapaan.. Metode ini sangat religius, ditujukan untuk menggambar diri
sendiri lebih dekat kepada Allah.
Era Islam
Munculnya negara Islam di Indonesia dicatat oleh
akulturasi dari kedua tradisi Islam dan tradisi Hindu-Buddha Pada
periode ini, pondok pesantren, jenis pesantren diperkenalkan dan
beberapa dari mereka didirikan. Lokasi pesantren sebagian besar jauh dari keramaian kota
bergegas, menyerupai lokasi Karsyan.
Era Kolonial
Pendidikan dasar diperkenalkan oleh Belanda di Indonesia selama
era kolonial. Pada awalnya, itu hanya dibatasi untuk orang-orang Belanda
atau Eropa Pada tahun 1870,. Dengan pertumbuhan Politik Etis Belanda,
dirumuskan oleh Conrad Theodor van Deventer, sekolah-sekolah membuka
pintu .
untuk bumiputera atau Indonesia Sekolah-sekolah pribumi disebut Sekolah
Rakyat (Bahasa Indonesia: sekolah rakyat), embrio dari apa yang disebut
Sekolah Dasar (SD) saat ini [1].
Belanda
memperkenalkan sistem pendidikan formal bagi penduduk lokal Indonesia,
meskipun ini terbatas pada anak-anak istimewa tertentu Sistem yang
mereka diperkenalkan kira-kira mirip dengan struktur saat ini, dengan
tingkat berikut.:
* ELS
(Belanda: Europeesche Lagere School) - Sekolah Dasar untuk Eropa
* HIS (Belanda: Hollandsch-Inlandsche School) - Sekolah Primer
untuk Pribumi
* MULO (Belanda: Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs) - Sekolah Menengah
* AMS (Belanda: Algeme ne Middelbare School) -
Sekolah Tinggi atau College
* HBS (Belanda: Hogere
Burger School) - Pra-Universitas
Pemisahan antara Belanda dan
Indonesia di Pendidikan mendorong tokoh-tokoh Indonesia untuk memulai
beberapa lembaga pendidikan bagi masyarakat lokal Ahmad Dahlan didirikan
Muhammadiyahin November 1912., Dan Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman
Siswa pada bulan Juli 1922. Pesantren adalah berkembang pesat selama
periode ini.
Pemerintah kolonial
Belanda juga mendirikan sejumlah universitas untuk Indonesia pribumi di
pulau Jawa, seperti :
* Sekolah Tot Opleiding Van Indische Artsen atau STOVIA, sebuah
sekolah kedokteran di Batavia
*
Nederland Indische Artsen-Sekolah, atau NIAS, sebuah sekolah kedokteran
di Surabaya
* Rechts Hoge School, sebuah sekolah hukum di
Batavia
* De Technische Hoges Sekolah, atau THS,
sebuah sekolah teknik di Bandung
2. Resensi Buku tentang Sejarah Pendidikan di Indonesia
Dalam masyarakat Indonesia sebelum masuk
kebudayaan Hindu, pendidikan diberikan langsung oleh orang tua atau
orang tua-orang tua dari masyarakat setempat mengenai kehidupan
spiritual moralnya dan cara hidup untuk memenuhi perekonomian mereka.
Masuknya dan meluasnya kebudayaan asing yang dibawa ke Indonesia telah
diserap oleh Bangsa Indonesia melalui masyarakat pendidikannya. Lembaga
Pendidikan itu telah menyampaikan kebudayaan tertulis dan banyak
unsur-unsur kebudayaan lainnya.
Sejarah pendidikan di Indonesia dimulai pada zaman berkembangnya satu
agama di Indonesia. Kerajaan-kerajaan Hindu di Pulau Jawa, Bali dan
Sumatera yang mulai pada abad ke-4 sesudah masehi itulah tempat
mula-mula ada pendidikan yang terdapat di daerah-daerah itu. Dapat
dikatakan, bahwa lembaga-lembaga pendidikan dilahirkan oleh
lembaga-lembaga agama dan mata pelajaran yang tertua adalah pelajaran
tentang agama. Tanda-tanda mengenai adanya kebudayaan dan peradaban
Hindu tertua ditemukan pada abad ke-5 di daerah Kutai (Kalimantan).
Namun demikian gambaran tentang pendidikan dan ilmu pengetahuan di
Indonesia didapatkan dari sumber-sumber Cina kurang lebih satu abad
kemudian.
Ada 2 macam sistem pendidikan dan pengajaran Islam di Indonesia :
Pendidikan di Langgar
Di setiap desa di Pulau Jawa terdapat tempat beribadah dimana umat Islam
dapat melakukan ibadanya sesuai dengan perintah agamanya. Tempat
tersebut dikelola oleh seorang petugas yang disebut amil, modin atau
lebai (di Sumatera). Petugas tersebut berfungsi ganda, disamping
memberikan do’a pada waktu ada upacara keluarga atau desa, dapat pula
berfungsi sebagai guru agama.
Pendidikan di Pesantren
Dimana murid-muridnya yang belajar diasramakan yang dinamakan
pondok-pondok tersebut dibiayai oleh guru yang bersangkutan ataupun atas
biaya bersama dari masyarakat pemeluk agama Islam. Para santri belajar
pada bilik-bilik terpisah tetapi sebagian besar waktunya digunakan untuk
keluar ruangan baik untuk membersihkan ruangan maupun bercocok tanam.
Pendidikan Pada Abad Ke Dua Puluh Jaman Pemerintahan Hindia Belanda Dan Pendudukan
Di kalangan orang-orang Belanda timbul aliran-aliran untuk memberikan
kepada pendudukan asli bagian dari keuntungan yang diperoleh orang Eropa
(Belanda) selama mereka menguasai Indonesia. Aliran ini mempunyai
pendapat bahwa kepada orang-orang Bumiputera harus diperkenalkan
kebudayaan dan pengetahuan barat yang telah menjadikan Belanda bangsa
yang besar. Aliran atau paham ini dikenal sebagai Politik Etis (Etische
Politiek)
Gagasan tersebut dicetuskan semula olah Van Deventer pada tahun 1899
dengan mottonya “Hutang Kehormatan” (de Eereschuld). Politik etis ini
diarahkan untuk kepentingan penduduk Bumiputera dengan cara memajukan
penduduk asli secepat-cepatnya melalui pendidikan secara Barat.
Dalam dua dasawarsa semenjak tahun 1900 pemerintah Hindia Belanda
banyak mendirikan sekolah-sekolah berorientasi Barat. Berbeda dengan
Snouck Hurgronje yang mendukung pemberian pendidikan kepada golongan
aristokrat Bumiputera, maka Van Deventer menganjurkan pemberian
pendidikan Barat kepada orang-orang golongan bawah. Tokoh ini tidak
secara tegas menyatakan bahwa orang dari golongan rakyat biasa yang
harus didahulukan tetapi menganjurkan supaya rakyat biasa tidak
terabaikan. Oleh karena itu banyak didirikan sekolah-sekolah desa yang
berbahasa pengantar bahasa daerah, disamping sekolah-sekolah yang
berorientasi dan berbahasa pengantar bahasa Belanda. Yang menjadi
landasan dari langkah-langkah dalam pendidikan di Hindia Belanda, maka
pemerintah mendasarkan kebijaksanaannya pada pokok-pokok pikiran sebagai
berikut :
Pendidikan dan pengetahuan barat diterapkan sebanyak mungkin bagi
golongan penduduk Bumiputera untuk itu bahasa Belanda diharapkan dapat
menjadi bahasa pengantar di sekolah-sekolah
Pemberian pendidikan rendah bagi golongan Bumiputera disesuaikan dengan kebutuhan mereka
Atas dasar itu maka corak dan sistem pendidikan dan persekolahan di
Hindia Belanda pada abad ke-20 dapat ditempuh melalui 2 jalur tersebut.
Di satu pihak melalui jalur pertama diharapkan dapat terpenuhi kebutuhan
akan unsur-unsur dari lapisan atas serta tenaga didik bermutu tinggi
bagi keperluan industri dan ekonomi dan di lain pihak terpenuhi
kebutuhan tenaga menengah dan rendah yang berpendidikan.
Tujuan pendidikan selama periode kolonial tidak pernah dinyatakan
secara tegas. Tujuan pendidikan antara lain adalah untuk memenuhi
keperluan tenaga buruh untuk kepentingan kaum modal Belanda. Dengan
demikian penduduk setempat dididik untuk menjadi buruh-buruh tingkat
rendahan (buruh kasar). Ada juga sebagian yang dilatih dan dididik untuk
menjadi tenaga administrasi, tenaga teknik, tenaga pertanian dan
lain-lainnya yang diangkat sebagai pekerja-pekerja kelas dua atau tiga.
Secara singkat tujuan pendidikan ialah untuk memperoleh tenaga-tenaga
kerja yang murah. Suatu fakta menurut hasil Komisi Pendidikan Indonesia
Belanda yang dibentuk pada tahun 1928 – 1929 menunjukkan bahwa 2 % dari
orang-orang Indonesia yang mendapat pendidikan barat berdiri sendiri dan
lebih dari 83% menjadi pekerja bayaran serta selebihnya menganggur.
Diantara yang 83% itu 45% bekerja sebagai pegawai negeri. Pada umumnya
gaji pegawai negeri dan pekerja adalah jauh lebih rendah dibandingkan
dengan gaji-gaji Barat mengenai pekerjaan yang sama.
nesaci.com/sejarah-pendidikan-di-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar